Saat
masih bayi, menghisap jempol merupakan kebiasaan yang wajar. Namun bila
kebiasaan
ini berlanjut hingga balita, bisa menimbulkan akibat buruk pada
struktur
gigi dan bibirnya. Menghisap jempol bagi seorang bayi, merupakan
hal
yang normal. Selain 'kebiasaan' ini memang telah ada sejak bayi masih di
dalam
kandungan, kegiatan tersebut merupakan efek dari reflek menghisap yang
dimiliki
oleh setiap bayi yang baru lahir.
Menghisap
jempol atau empeng/dot, juga salah satu cara bayi usia 2-4 tahun
untuk
menenangkan dirinya. Beberapa penelitian yang dilakukan di Amerika
menunjukkan,
kebanyakan balita menghisap jari, terutama jempolnya, secara
spontan
sambil melakukan aktivitas lain, misalnya, mempermainkan rambut atau
selimutnya.
Normal
Hingga Usia 5 Tahun
Beberapa
kajian menunjukkan, hampir setengah jumlah anak-anak di dunia ini
pernah
menghisap ibu jari semasa bayi. Puncaknya adalah saat anak berusia
18-21
bulan. Memang, ada beberapa yang sudah berhenti pada usia ini. Yang
jelas,
80% anak-anak meninggalkan kebiasaan ini pada usia 5 tahun, dan 95%
berhenti
pada usia 6 tahun dengan sendirinya.
Menurut
psikolog Ike R. Anggraika, Psi., pada bayi kebiasaan ini tergolong
sehat
dan normal. "Menghisap jempol saat bayi merasa lelah, stres dan lapar
merupakan
hal yang normal. Hal ini membuatnya mendapatkan rasa aman dengan
lingkungan
sekitarnya. "Biasanya kebiasaan ini akan hilang sendiri saat
memasuki
usia 4-5 tahun," terang psikolog dari Klinik Anakku, Cinere ini.
Namun,
sebelum anak berusia 6 tahun , ada baiknya orangtua mulai mencoba
menghentikan
kebiasaannya menghisap jempol. Menurut Drg. Magdalena Lesmana,
Sp.Ort.,
kebiasaan menghisap jempol akan mengganggu perkembangan giginya.
"Kebiasaan
menghisap jempol, bisa mengakibatkan gigi anak menjadi over bite
atau
tonggos," ungkapnya.
Tipe
Aktif dan Pasif
Biasanya
saat memasuki usia 6 tahun, gigi susu si kecil akan mulai tanggal
dan
digantikan dengan gigi tetap. Di usia ini juga, bila ada kelainan saat
pertumbuhan
giginya, akan bersifat permanen dan sulit diperbaiki. Nah,
kebiasaan
menghisap jempol akan menyebabkan gigi dan rahang atasnya
tertekan.
Ini akan menyebabkan gigi terlalu keluar dan tidak rata dengan
rahang
dan gigi bawahnya.
Menurut
Dr. McIlwain, MD., dokter gigi dari American Academy of Cosmetic
Dentistry
(AACD), ada dua tipe kebiasaan menghisap jempol (Thumb Sucking)
pada
anak, yaitu tipe aktif dan tipe pasif. Tipe yang pasif, biasanya hanya
menempatkan
jempol di dalam mulut dan membiarkannya begitu saja tanpa adanya
tekanan
menghisap dan tidak menyebabkan kelainan pada tulang rahang maupun
gigi.
Sedangkan
tipe aktif, merupakan tipe yang menghisap jempol dengan cara
mendesak
dan melakukan tekanan yang beruntun ke gigi. Bila kebiasaan ini
berlanjut
hingga waktu yang lama, akan berefek negatif pada posisi gigi
permanen
nantinya, begitu juga dengan keseimbangan letak rahangnya kelak.
"Tekanan
yang terus menerus ini akan menyebabkan gigi keluar dari posisi
yang
seharusnya, dan mempersempit lengkung gigi, yang menyebabkan gigi atas
terlalu
rapat sehingga anak akan mengalami Open Bite (kedua lingkaran gigi
atas
dan bawah, tidak sejajar dan menyebabkan mulut tidak dapat menutup
dengan
sempurna) dan kesulitan pengucapan.
Kelainan
Rahang, Gigi dan Pengucapan
Posisi
lingkaran gigi yang tidak sama (open bite) ini, menurut McIlwain,
akan
mengganggu keindahan wajah si kecil kelak. Open bite muncul saat Si
Kecil
memasukkan tangan ataupun jempolnya ke dalam mulut. Hal yang sama juga
bisa
terjadi, bila ia suka menekan lidahnya ke gigi atas dan bawahnya saat
menelan,
yang mengakibatkan gigi keluar dari posisi normalnya.
Balita
yang meneruskan kebiasaan ini, juga mempunyai kecenderungan berbicara
cadel.
Keadaan ini disebabkan akibat kondisi tekanan lidah. "Efek menghisap
akan
menyebabkan kondisi lidah terdorong ke atas, yang menyebabkan lidah
memberikan
tekanan pada gigi atas, menimbulkan gigi terdorong dari posisi
normal
dan menyebabkan distorsi pada bunyi yang diucapkan," terang Sabine
Hack,
M.D, dokter gigi dari AACD ini.
Efek
permanen yang ditimbulkan akibat kebiasaan menghisap jempol, adalah
menyempitnya
rahang atas dan merenggangnya gigi bawah yang akan menyebabkan
penghambatan
atau berubahnya susunan gigi saat anak memasuki usia 6 tahun.
Efek
lainnya, gigi depan atas juga bisa mencuat keluar (tonggos), gigi
tumbuh
menyilang (Crossbite) dan kelainan tulang wajah.
Di
lain pihak, kebiasaan menghisap jempol juga bisa menyebabkan masalah
belajar
menelan pada si kecil. "Untuk anak-anak yang tidak suka menghisap
jempol
atau jari lainnya, mereka mampu meletakkan lidahnya di langit-langit
mulut
saat menelan," terang Hack. Pada anak yang suka menghisap jempol,
mereka
sulit menelan karena lidah mereka berada di depan diantara gigi
depan.
"Keadaan ini menyebabkan kesulitan saat menelan, sehingga membutuhkan
latihan
untuk memperbaiki gerakan lidah tersebut."
Deteksi
Dini dan Cegah Kelainan
Untuk
menghindari kelainan-kelainan yang disebabkan oleh kebiasaan anak
menghisap
jempol, Hack menyarankan orangtua untuk mulai mendeteksi
masalah-masalah
potensial yang mungkin terjadi pada buah hatinya sedini
mungkin.
"Bukan saja untuk mengantisipasi struktur perkembangan giginya,
tapi
juga perkembangan emosionalnya."
Kelainan
tulang yang bisa terjadi, juga bisa mengakibatkan dampak buruk dan
menjadi
masalah kepercayaan diri, terutama pada anak-anak. Perasaan minder
akan
mengganggu penyesuaian sosial anak. Psikologi Ike S. Anggraini
menyatakan,
"Karena kelainan yang dialami, anak bisa diejek ataupun
diolok-olok
oleh temannya, sehingga menjadi rendah diri dan menarik diri
dari
pergaulan."
Oleh
karena itu, kelainan itu harus di cegah dan dikoreksi sepenuhnya sedini
mungkin,
baik yang akan berdampak pada masalah fisik maupun psikologi anak.
"Tanggapan
lingkungan ini bisa berpengaruh positif. Positif jika si kecil
jadi
termotivasi untuk meninggalkan kebiasaannya. Tapi banyak juga yang
tetap
tak bisa berhenti menghisap jempol, sebab kepuasan yang dirasakan anak
lebih
besar. Ini membutuhkan intervensi, bantuan dari orangtua," tegas Ike.
Diakui
Ike dan Hack, mengajarkan anak meninggalkan kebiasaan menghisap
jempol
bukan hal yang mudah. Semua ini membutuhkan dukungan, kesabaran, dan
tekenunan
orangtua. "Kalau ingin lebih mudah, biasakan anak mengenal alat
minum
dan makan sejak dini dan secara bertahap," ujar Ike.
Hari
pertama mencegahnya untuk tidak menghisap jempol, biasanya adalah hari
yang
teramat sulit baginya. "Hampir terjadi pada semua kebiasaan, keinginan
untuk
menghilangkan kebiasaan tersebut akan terasa berjalan sangat lambat,
tapi
lama kelamaan akan menjadi mudah baginya," jelas Hack. "Akan ada
beberapa
rintangan, sebelum kebiasaan ini bisa benar-benar dilupakan
olehnya."
Pada
saat proses pembelajaran, Ike dan Hack menyarankan agar orangtua banyak
menunjukkan
sikap toleransi agar anak merasa nyaman dan aman. Misalnya,
tidak
ngomel saat anak menumpahkan susu, atau tidak marah jika gelasnya
terjatuh.
Dukungan dan toleransi membuat anak merasa aman dan percaya bahwa
ia
bisa melakukannya.
Menghilangkan
Kebiasaan Menghisap Jempol
Sudah
telanjur punya kebiasaan menghisap jempol bukan berarti tak bisa
berubah,
lho. Bisa kok asal Anda sabar, sabar dan sabar....
Sering
tunjukkan dan katakan bahwa teman-temannya sudah tak ngempong lagi.
"Hanya
anak bayi lho yang masih ngempong. Kakak anak bayi atau sudah besar
ya?"
Perlihatkan
gambar-gambar gigi. "Lihat, kalau sering ngempeng nanti
lama-lama
giginya rusak. Terus tumbuhnya tak bagus seperti ini. Kalau anak
Mama
yang cakep ini jadi jelek, bagaimana?"
Beri
dukungan dan pujian setiap kali anak tidak menghisap jempolnya. Senyum
manis,
belaian sayang, pelukan dan kecupan sangat berharga bagi anak.
Untuk
anak yang telanjur rendah diri karena ejekan teman-temannya,
bangkitkan
kembali semangatnya dengan menunjukkan kelebihan dirinya.
Sesekali
undanglah teman-temannya ke rumah, untuk bermain bersama.
Sumber:
Tabloid Ibu & Anak