Minggu, 10 Juni 2012

STOP KEBIASAAN MENGHISAP JEMPOL

Saat masih bayi, menghisap jempol merupakan kebiasaan yang wajar. Namun bila
kebiasaan ini berlanjut hingga balita, bisa menimbulkan akibat buruk pada
struktur gigi dan bibirnya. Menghisap jempol bagi seorang bayi, merupakan
hal yang normal. Selain 'kebiasaan' ini memang telah ada sejak bayi masih di
dalam kandungan, kegiatan tersebut merupakan efek dari reflek menghisap yang
dimiliki oleh setiap bayi yang baru lahir.


Menghisap jempol atau empeng/dot, juga salah satu cara bayi usia 2-4 tahun
untuk menenangkan dirinya. Beberapa penelitian yang dilakukan di Amerika
menunjukkan, kebanyakan balita menghisap jari, terutama jempolnya, secara
spontan sambil melakukan aktivitas lain, misalnya, mempermainkan rambut atau
selimutnya.

Normal Hingga Usia 5 Tahun

Beberapa kajian menunjukkan, hampir setengah jumlah anak-anak di dunia ini
pernah menghisap ibu jari semasa bayi. Puncaknya adalah saat anak berusia
18-21 bulan. Memang, ada beberapa yang sudah berhenti pada usia ini. Yang
jelas, 80% anak-anak meninggalkan kebiasaan ini pada usia 5 tahun, dan 95%
berhenti pada usia 6 tahun dengan sendirinya.

Menurut psikolog Ike R. Anggraika, Psi., pada bayi kebiasaan ini tergolong
sehat dan normal. "Menghisap jempol saat bayi merasa lelah, stres dan lapar
merupakan hal yang normal. Hal ini membuatnya mendapatkan rasa aman dengan
lingkungan sekitarnya. "Biasanya kebiasaan ini akan hilang sendiri saat
memasuki usia 4-5 tahun," terang psikolog dari Klinik Anakku, Cinere ini.

Namun, sebelum anak berusia 6 tahun , ada baiknya orangtua mulai mencoba
menghentikan kebiasaannya menghisap jempol. Menurut Drg. Magdalena Lesmana,
Sp.Ort., kebiasaan menghisap jempol akan mengganggu perkembangan giginya.
"Kebiasaan menghisap jempol, bisa mengakibatkan gigi anak menjadi over bite
atau tonggos," ungkapnya.

Tipe Aktif dan Pasif

Biasanya saat memasuki usia 6 tahun, gigi susu si kecil akan mulai tanggal
dan digantikan dengan gigi tetap. Di usia ini juga, bila ada kelainan saat
pertumbuhan giginya, akan bersifat permanen dan sulit diperbaiki. Nah,
kebiasaan menghisap jempol akan menyebabkan gigi dan rahang atasnya
tertekan. Ini akan menyebabkan gigi terlalu keluar dan tidak rata dengan
rahang dan gigi bawahnya.

Menurut Dr. McIlwain, MD., dokter gigi dari American Academy of Cosmetic
Dentistry (AACD), ada dua tipe kebiasaan menghisap jempol (Thumb Sucking)
pada anak, yaitu tipe aktif dan tipe pasif. Tipe yang pasif, biasanya hanya
menempatkan jempol di dalam mulut dan membiarkannya begitu saja tanpa adanya
tekanan menghisap dan tidak menyebabkan kelainan pada tulang rahang maupun
gigi.

Sedangkan tipe aktif, merupakan tipe yang menghisap jempol dengan cara
mendesak dan melakukan tekanan yang beruntun ke gigi. Bila kebiasaan ini
berlanjut hingga waktu yang lama, akan berefek negatif pada posisi gigi
permanen nantinya, begitu juga dengan keseimbangan letak rahangnya kelak.

"Tekanan yang terus menerus ini akan menyebabkan gigi keluar dari posisi
yang seharusnya, dan mempersempit lengkung gigi, yang menyebabkan gigi atas
terlalu rapat sehingga anak akan mengalami Open Bite (kedua lingkaran gigi
atas dan bawah, tidak sejajar dan menyebabkan mulut tidak dapat menutup
dengan sempurna) dan kesulitan pengucapan.

Kelainan Rahang, Gigi dan Pengucapan

Posisi lingkaran gigi yang tidak sama (open bite) ini, menurut McIlwain,
akan mengganggu keindahan wajah si kecil kelak. Open bite muncul saat Si
Kecil memasukkan tangan ataupun jempolnya ke dalam mulut. Hal yang sama juga
bisa terjadi, bila ia suka menekan lidahnya ke gigi atas dan bawahnya saat
menelan, yang mengakibatkan gigi keluar dari posisi normalnya.

Balita yang meneruskan kebiasaan ini, juga mempunyai kecenderungan berbicara
cadel. Keadaan ini disebabkan akibat kondisi tekanan lidah. "Efek menghisap
akan menyebabkan kondisi lidah terdorong ke atas, yang menyebabkan lidah
memberikan tekanan pada gigi atas, menimbulkan gigi terdorong dari posisi
normal dan menyebabkan distorsi pada bunyi yang diucapkan," terang Sabine
Hack, M.D, dokter gigi dari AACD ini.

Efek permanen yang ditimbulkan akibat kebiasaan menghisap jempol, adalah
menyempitnya rahang atas dan merenggangnya gigi bawah yang akan menyebabkan
penghambatan atau berubahnya susunan gigi saat anak memasuki usia 6 tahun.
Efek lainnya, gigi depan atas juga bisa mencuat keluar (tonggos), gigi
tumbuh menyilang (Crossbite) dan kelainan tulang wajah.

Di lain pihak, kebiasaan menghisap jempol juga bisa menyebabkan masalah
belajar menelan pada si kecil. "Untuk anak-anak yang tidak suka menghisap
jempol atau jari lainnya, mereka mampu meletakkan lidahnya di langit-langit
mulut saat menelan," terang Hack. Pada anak yang suka menghisap jempol,
mereka sulit menelan karena lidah mereka berada di depan diantara gigi
depan. "Keadaan ini menyebabkan kesulitan saat menelan, sehingga membutuhkan
latihan untuk memperbaiki gerakan lidah tersebut."

Deteksi Dini dan Cegah Kelainan

Untuk menghindari kelainan-kelainan yang disebabkan oleh kebiasaan anak
menghisap jempol, Hack menyarankan orangtua untuk mulai mendeteksi
masalah-masalah potensial yang mungkin terjadi pada buah hatinya sedini
mungkin. "Bukan saja untuk mengantisipasi struktur perkembangan giginya,
tapi juga perkembangan emosionalnya."

Kelainan tulang yang bisa terjadi, juga bisa mengakibatkan dampak buruk dan
menjadi masalah kepercayaan diri, terutama pada anak-anak. Perasaan minder
akan mengganggu penyesuaian sosial anak. Psikologi Ike S. Anggraini
menyatakan, "Karena kelainan yang dialami, anak bisa diejek ataupun
diolok-olok oleh temannya, sehingga menjadi rendah diri dan menarik diri
dari pergaulan."

Oleh karena itu, kelainan itu harus di cegah dan dikoreksi sepenuhnya sedini
mungkin, baik yang akan berdampak pada masalah fisik maupun psikologi anak.
"Tanggapan lingkungan ini bisa berpengaruh positif. Positif jika si kecil
jadi termotivasi untuk meninggalkan kebiasaannya. Tapi banyak juga yang
tetap tak bisa berhenti menghisap jempol, sebab kepuasan yang dirasakan anak
lebih besar. Ini membutuhkan intervensi, bantuan dari orangtua," tegas Ike.

Diakui Ike dan Hack, mengajarkan anak meninggalkan kebiasaan menghisap
jempol bukan hal yang mudah. Semua ini membutuhkan dukungan, kesabaran, dan
tekenunan orangtua. "Kalau ingin lebih mudah, biasakan anak mengenal alat
minum dan makan sejak dini dan secara bertahap," ujar Ike.

Hari pertama mencegahnya untuk tidak menghisap jempol, biasanya adalah hari
yang teramat sulit baginya. "Hampir terjadi pada semua kebiasaan, keinginan
untuk menghilangkan kebiasaan tersebut akan terasa berjalan sangat lambat,
tapi lama kelamaan akan menjadi mudah baginya," jelas Hack. "Akan ada
beberapa rintangan, sebelum kebiasaan ini bisa benar-benar dilupakan
olehnya."

Pada saat proses pembelajaran, Ike dan Hack menyarankan agar orangtua banyak
menunjukkan sikap toleransi agar anak merasa nyaman dan aman. Misalnya,
tidak ngomel saat anak menumpahkan susu, atau tidak marah jika gelasnya
terjatuh. Dukungan dan toleransi membuat anak merasa aman dan percaya bahwa
ia bisa melakukannya.

Menghilangkan Kebiasaan Menghisap Jempol

Sudah telanjur punya kebiasaan menghisap jempol bukan berarti tak bisa
berubah, lho. Bisa kok asal Anda sabar, sabar dan sabar....


Sering tunjukkan dan katakan bahwa teman-temannya sudah tak ngempong lagi.
"Hanya anak bayi lho yang masih ngempong. Kakak anak bayi atau sudah besar
ya?"

Perlihatkan gambar-gambar gigi. "Lihat, kalau sering ngempeng nanti
lama-lama giginya rusak. Terus tumbuhnya tak bagus seperti ini. Kalau anak
Mama yang cakep ini jadi jelek, bagaimana?"

Beri dukungan dan pujian setiap kali anak tidak menghisap jempolnya. Senyum
manis, belaian sayang, pelukan dan kecupan sangat berharga bagi anak.

Untuk anak yang telanjur rendah diri karena ejekan teman-temannya,
bangkitkan kembali semangatnya dengan menunjukkan kelebihan dirinya.
Sesekali undanglah teman-temannya ke rumah, untuk bermain bersama.

                                                     
Sumber: Tabloid Ibu & Anak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar